Thursday 22 January 2009

Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur disebut sebagai sistem “pembelajaran gotong royong” atau cooperative learning. Dalam sistem ini guru bertindak sebagai fasilitator, (Anita Lie, 2002).

Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan yaitu: (1) saling ketergantungan positif, maksudnya keberhasilan kelompok sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Kegagalan satu saja berarti kegagalan kelompok tersebut. Guru harus piawai menyusun tugas terstruktur sedemikian rupa, sehingga setiap anggota kelompok dapat menyelesaikan tugasnya sendiri untuk mencapai tujuan mereka bersama. (2) Tanggung jawab perseorangan yaitu tiap-tiap individu ikut andil menyumbang pencapaian tujuan itu. Rekan-rekan dalam satu kelompok akan menuntutnya untuk melaksanakan tugas agar tidak menghambat kerja yang lain. (3) Tatap muka, maksudnya anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap muka serta berdiskusi. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada pemikiran satu kepala saja. (4) Komunikasi antar anggota. Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat dalam kelompok. (5) Evaluasi proses kelompok. Pengajar perlu melakukan evaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar dalam kegiatan berikutnya dapat lebih efektif. Penilaian perseorangan juga perlu dilakukan untuk memotivasi individu memaksimalkan sumbangan yang mendukung pencapaian tujuan kelompok.

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman dan pengembangan ketrampilan social. Tujuan pertama adalah meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit. Kedua, ialah penerimaan terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan maupun ketidakmampuan. Pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama dan melalui struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain. Ketiga ialah untuk mengajarkan kepada siswa ketrampilan sosial (kerja sama, berbagi, kolaborasi). Ketrampilan ini sangat penting untuk dimiliki dalam masyarakat di mana sebagian besar kerja orang dewasa dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain dan di mana masyarakat secara budaya semakin beragam.

Penelitian tindakan kelas yang dilakukan penulis, dengan penerapan pembelajaran kooperatif, ada peningkatan prestasi akademis dari siklus 1 sampai siklus 3. Hasil angket yang diisi siswa ternyata: (1) 95,8 % siswa bisa bekerja sama antar anggota dalam satu kelompok dengan alasan dapat berbagi tugas, meringankan pekerjaan, cepat selesai dan menambah kekompakan. Sedangkan 4,2 % menjawab tidak bisa kerja sama karena kelompok tidak kompak; (2) Siswa yang bisa saling tukar pendapat sebanyak 87,5% dengan alasan supaya percobaan berhasil, bisa memecahkan masalah yang rumit, menyatukan pendapat yang berbeda. Sedangkan siswa yang tidak saling tukar pendapat yaitu 12,5 % dengan alasan kelompoknya malas. Khusus penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, diperoleh hasil angket yaitu: semua siswa senang belajar dengan tugas dibagi masing-masing anggota kelompok (tugas dibagi anak 1, anak 2, anak 3, anak 4), dengan alasan: setiap anak mendapat tugas masing-masing, bisa konsultasi antar teman, cepat selesai, bisa kerja sama antar teman dalam percobaan, bisa belajar dengan kelompok lain (kelompok asal dan kelompok ahli), laporan dari kelompok ahli bisa disampaikan dengan jelas di kelompok asal.

Gambaran sedikit hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan menunjukkan bahwa sebagian besar siswa senang dengan pembelajaran kooperatif. Bila hal ini berlanjut, maka diharapkan diperoleh generasi yang punya ketrampilan sosial yang tangguh sejalan berkembangnya kemampuan akademis yang mendalam.

Kenyataan masih ada siswa yang merasa keberatan, hal ini berarti masih perlu dilatihkan lagi kebiasaan kerjasama dan berbagi dengan model pembelajaran kooperatif. Menurut Anita Lie (2002), salah satu kendala yang mungkin dihadapi guru dalam hal pengelompokan heterogen (salah satu pengelolaan kelas pembelajaran kooperatif) adalah keberatan dari pihak siswa yang berkemampuan akademis tinggi. Siswa dari kelompok ini bisa merasa “rugi” dan dimanfaatkan tanpa bisa mengambil manfaat apa-apa dalam kegiatan pembelajaran kooperatif, karena rekan-rekan mereka dalam kelompok tidak lebih pandai dari mereka. Padahal tidak demikian adanya. Perlu diingat bahwa dengan pembelajaran kooperatif, siswa dengan kemampuan akademis tinggi punya kesempatan untuk mengajarkan apa yang baru dipelajari kepada temannya yang kurang memahami, sehingga dia lebih bisa menguasai dan menginternalisasi pengetahuan dan ketrampilan barunya. Secara afektif, siswa berkemampuan akademis tinggi juga perlu melatih diri untuk bisa bekerja sama dan berbagi dengan mereka yang kurang. Kemampuan bekerja sama ini akan sangat bermanfaat nantinya dalam dunia kerja dan kehidupan bermasyarakat.

Orang Tua

Orang tua perlu mendukung dan memotivasi anak untuk mau belajar, bertanya, berbagi dan bekerja sama dalam hal yang baik kepada siapa saja, sehingga anak punya bekal yang cukup dalam kehidupannya nanti. Contoh kerja sama yang baik dapat dilihat dengan terbitnya koran yang bisa dinikmati pembaca karena ada wartawan yang mencari berita, redaksi yang melakukan edit, percetakan, loper koran. Tanpa kerja sama yang baik, maka satu tujuan bersama (terbitnya koran yang bisa dibaca pelanggan) tidak akan tercapai. Sekuat dan setangguh apapun seseorang, tidak mungkin mampu menyelesaikan pekerjaan sendiri untuk terbitnya koran tiap pagi, maka perlu ada kerjasama dan berbagi tugas sesuai keahlian masing-masing.

Orang tua bisa juga membantu melatih anak mengembangkan sifat berbagi dengan melakukan kegiatan yang melibatkan anak dalam keluarga, misalnya mengajari adiknya atau membantu teman yang kurang mampu. Orang tua yang dikaruniai anak dengan kemampuan lebih (baik akademis/kognitif maupun afektif), sepatutnya banyak bersyukur. Orang tua ini bisa menjelaskan kepada anaknya yang punya kemampuan akademis tinggi bahwa dengan mengajari temannya yang kurang mampu, akan memantapkan ilmunya sendiri, karena mengajar adalah guru yang terbaik.

No comments:

Hawk Advertising

Terima Pemesanan :

ID Card,Undangan, Shooting Video, Banner, Spanduk, Stiker, Blanko, Seragam Kantor, Pengadaan Komputer, Maintenance.

Dan Kebutuhan Kantor lain nya.

Anda Pesan Besok kami Antar (Untuk daerah Surabaya dan Sekitarnya)

Hub : 0856 4999 8 555 / arianto.sam@gmail.com