Thursday 8 January 2009

hidup dengan keluarga broken home

hidup dengan keluarga broken home

broken home memang sungguh menyakitkan bagi kita, banyak diantara kita bertanya mengapa hal ini terjadi pada keluarga, tidak seperti keluarga – keluarga yang lain Nampak bahagia rukun dan selaras, membuat kita sesali mengeluh dan bersedih. Ya broken home peristiwa ini terjadi pada keluarga kami juga, semua berawal dari kebutuhan ekonomi yang melilit dengan banyak saudara membuat ayah ku memutuskan merantau ke ibukota Jakarta, ibu dan kamu bersaudara tidak rela melepas beliau pergi tapi demi perubahan maka kami semua mengiklaskan beliau pergi mencari nafkah bagi kami.

Hari dan bulan telah berlalu kami, kami semua menanti kedatangan ayah pulang dari ibukota tapi tidak kunjung datang. Jangan kan pulang berkirim surat atau uang saja beliau tidak melakukan itu, kami keluarga disini sangat kekurangan, kakak kakak ku yang mengenyam pendidikan di bangku SD terpaksa putus sekolah demi membantu ibu bekerja memotong sayur kangkung disawah untuk dijual kepasar atau berkeliling kampung. Hasil berjualan sayur ternyata tidak cukup untuk makan sehari hari bagi kami enam bersaudara, kakak laki – laki yang paling tua hanya bermain, pulang makan tidak berniat bekerja atau membantu perokonomian keluarga malah kakak yang perempuan bekerja membantu ibu,

Kebutuhan yang datang secara tiba – tiba seperti bila ada saudara kami yang sakit, terhimpit hutang pada tetangga kanan kiri membuat kami sebagai anaknya malu, walau aku saat itu berusia 6 tahun aku sudah merasakan penderitaan ibu yang setiap hari meregang nyawa bekerja memotong sayur di sawah dan pagi – pagi sekali membawa nya kepasar dan berkeliling kampung, berjualan sayur kangkung sangatlah sedikit hasilnya, uang hasil berjualan kangkung ibu gunakan hanya cukup membeli beras, setiap hari kami makan seadanya kadang nasi sama sayur kankung di oseng, kadang pula nasi lauk garam, ibu sering menangis bila melihat kami makan. Oh ibu engkau begitu mulia bagi kami anak – anak mu, engkau senantiasa merawat kami dan menghidupi kami. Walau aku cacat polio atau istilah kerennya penderita difabel aku memberanikan diri untuk berjualan Koran berjalan dari satu kampung ke kampung lain nya tepat di sekitar gubeng dan sekitarnya, aku berangkat berjualan Koran setelah sholat subuh berjalan menuju agen Koran yang ada di pinggiran jalan super market Bonnet daerah manyar kertoarjo, hari demi aku kami lalu seperti itu, uang hasil berjualan Koran aku berikan pada ibu untuk menambah mencukupi kebutuhan sehari hari kami, kadang ibu memberikan aku uang 300 rupiah, tapi uang itu saya berikan pada adik, aku kasian melihat adik ku yang iri melihat teman – teman nya jajan. Alhamdulillah ekonomi kami mulai membaik, tidak seperti dahulu buat makan saja susah, sekarang aku dan ibu bisa menabung untuk biaya sekolah adik ku, tiba waktunya adik ku sekolah, aku sangat senang dan bangga melihat adik ku bisa bersekolah dan berseragam sekolah seperti teman – teman sebaya nya, sebenarnya ibu menawari aku sekolah juga tapi aku menolak, biarkan adik sekolah dahulu, dan aku bisa membantu ibu berjualan Koran seperti biasa untuk membantu ekonomi keluarga.

Satu tahun berlalu, dan adik ku yang cewek yang sudah bersekolah naik kelas dua sekolah dasar, setiap aku berjualan Koran ku lihat anak – anak seusia ku ada disekolah aku iri, ingin seperti mereka bisa bersekolah, bermain dan berkumpul duh senang melihat mereka. Sering kali aku membatin dan menangis Ya Allah mengapa nasib ku dan keluarga tidak seperti mereka yang serba berlebihan. Pada akhirnya hati ku berontak aku ingin seperti mereka dan kusampaikan keinginan ini pada ibu, ibu pun bingung harus mendapatkan uang dari mana, buat biaya adik saja kurang malah sering terlambat buat membayar uang SPP, terpaksa ibu meminta bantuan pada saudara ibu agar diberi pinjaman untuk biaya pendaftaran sekolah, aku berjanji pada ibu akan giat belajar dan bekerja untuk membantu ekonomi keluarga, alhamdulillah akhirnya aku bisa bersekolah juga, apa kalian tahu biasakan kalau anak baru bersekolah harus TK dulu atau SD kelas satu tapi aku ingin langsung naik kelas dua, karena pertimbangan usia sekolah memperbolehkan aku langsung masuk kelas dua, satu kelas dengan adik ku yang cewek, aku berlatih keras untuk dapat membaca, bila bapak guru menawari kami untuk maju di depan kelas aku selalu maju, dengan tujuan aku ingin bisa dan bisa. Akhirnya aku bisa membaca dan nilai raport ku melebih nilai adik ku, setiap kenaikan kelas aku berharap menjadi bintang kelas tapi belum kesampaian, aku terus belajar sambil bekerja, tidak sia – sia akhirnya waktu kelulusan SD aku menjadi bintang kelas dan dapat melanjutkan sekolah menengah pertama Negeri tepatnya di SMP Negeri 29 Surabaya, letaknya di di Jalan Dr. Moestopo Surabaya dekat PDAM Surabaya dan belakang SMU 4 Negeri Surabaya.

Waktu telah berlalu bapak yang kami harapkan tidak jua datang pulang, atau mengirimi kami kabar, kami lelah menunggu dan menunggu dan kamipun melupakan beliau menganggap beliau sudah tiada, sudah sekian tahun lamanya beliau pergi dan tidak menghidupi kami, entah apa yang beliau lakukan disana kami tidak mengetahuinya. Kebutuhan semakin meningkat karena harga – harga semakin melambung membuat keluarga kami kembali seperti dahulu, hidup serba kekurangan. Di saat ini aku tidak berjualan Koran setiap, tapi aku berubah haluan menjadi penyemir sepatu di kantor kantor pemerintah terdekat seperti di SAMSAT Surabaya, hampir setiap hari setelah pulang sekolah aku berangkat berjalan menuju Kantor SAMSAT untuk menawarkan jasa semir, alhamdulillah pendapatan lumayan, kebanyakan pelanggan ku merasa kasian melihat aku menderita cacat polio, tidak jarang mereka memberikan uang lebih tapi aku selalu menolaknya semakin aku menolak mereka makin sering mencari ku, aku merasa apa yang aku lakukan tidak berguna hanya memelas kasihan orang lain, aku tidak ingin seperti itu aku ingin bekerja apa adanya tanpa memelas kasihan pada orang lain.

Cerita ini aku tulis sampai disini dulu, sebenarnya dalam kisah hidup ini banyak sekali cerita heroic, lucu, pilu dan belom bisa saya tulis secara detail. mungkin dilain waktu aku ada waktu dan berani menceritakan kelanjutan kisah hidup ku ini, inti sari yang saya dapat dari perjalanan hidup ini adalah rasa cinta dan pengorbanan seorang ibu untuk menghidupi dan menjaga anaknya amatlah besar, maka kita sebagai anak hendaknya dapat menghormati mereka sampai kapan pun, jangan biarkan ibu bersedih atau merasa kawatir. Dengarkan apa yang ibu kita nasehatkan karena apa yang ibu katakana semata mata adalah untuk kebaikan kita. Walau sering akal dan pola pikir kita berbeda tapi kita wajib menghormati, menghargai dan menuruti apa yang ibu perintahkan. Hidup adalah perjuangan baik itu dalam keadaan kekurangan dan kelebihan pada dasarnya sama hanya saja kita sebagai manusia harus bisa menyikapi atas apa yang Tuhan berikan pada kita, kita yang kekurangan harus senantiasa bersyukur dan bekerja keras meraih yang terbaik dan senantiasa membantu sesame, kita yang hidup dalam kemewahan atau berkecupukan hendaknya bisa menabung dan sering sering membantu saudara kita yang kekurangan, hidup akan tentram, damai bilamana kita saling tolong menolong, saling toleransi,

Belajar atas apa yang terjadi pada hari ini adalah lebih baik daripada mengeluh dan berbelas kasihan pada orang lain. Kita harus mengasah pribadi kita menjadi pribadi yang tangguh, setiap masalah atau musibah adalah ujian bagi kita untuk lebih dekat dan menjadikan kita lebih peka terhadap orang lain. Hidup kadang dibawah dan kadang pula diatas, semua berputar layaknya alur kehidupan, dan kita sudah sewajarnya memanfaatkan dan mendaya gunakan atas apa yang Tuhan beri.

Wahai saudara setanah air, mari kita senantiasa ingat dan bersyukur atas apa yang Allah SWT berikan pada kita.

No comments:

Hawk Advertising

Terima Pemesanan :

ID Card,Undangan, Shooting Video, Banner, Spanduk, Stiker, Blanko, Seragam Kantor, Pengadaan Komputer, Maintenance.

Dan Kebutuhan Kantor lain nya.

Anda Pesan Besok kami Antar (Untuk daerah Surabaya dan Sekitarnya)

Hub : 0856 4999 8 555 / arianto.sam@gmail.com