Pertumbuhan ekonomi akan tumbuh dengan baik dalam lingkungan yang kompetitif. Kondisi yang kompetitif ini menjadi syarat mutlak untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang efisien, termasuk proses industrialisasi yang efisien. Dalam pasar yang kompetitif, perusahaan-perusahaan akan saling bersaing untuk menarik lebih banyak konsumen dengan menjual produk mereka dengan harga yang serendah mungkin, meningkatkan mutu produk dan memperbaki pelayanan kepada konsumen. Agar berhasil dalam kondisi pasar yang demikian, perusahaan-perusahaan harus berupaya mengembangkan proses produksi baru yang lebih efisien dan inovatif, meningkatkan kemampuan teknologi baik teknologi proses produksi maupun teknologi produk. Pada gilirannya hal ini akan mendorong kemajuan teknologi dan dengan sendirinya juga pertumbuhan ekonomi yang pesat (Thee Kian Wie 1999: 60-61)
Dunia usaha Indonesia tidak dibangun dalam kondisi yang demikian. Setidak-tidaknya ada dua rintangan yang menghadang langkah pelaku usaha ke arah pasar yang kompetitif, yaitu rintangan alamiah (natural barriers) dan rintangan yang diciptakan oleh kebijaksanaan pemerintah (policy-generated barriers to competition). Rintangan alamiah yang terpenting adalah skala ekonomi dan pasar keuangan dan modal yang kurang sempurna. Pasar finansial yang kurang sempurna disebabkan oleh persepsi para investor bahwa suatu perusahaan baru yang ingin memasuki suatu pasar tertentu menghadapi resiko bisnis yang lebih besar ketimbang perusahaan mapan yang sudah bergerak di pasar tersebut, sehingga perusahaan baru akan menghadapi biaya investasi yang lebih tinggi.
Rintangan utama berkaitan dengan persaingan domestik (dalam suatu negara) bukan tingkat konsentrasi pasar yang tinggi, akan tetapi rintangan artifisial yang dibuat oleh kebijakan pemerintah. Rintangan artifisial ini dilakukan oleh pemerintah dengan memberikan proteksi yang tinggi bagi perusahaan-perusahaan mapan. Hal ini mengakibatkan biaya ekonomi yang tinggi bagi masyarakat berupa rente ekonomi, yaitu laba monopolis yang diperoleh perusahaan yang mapan berkat proteksi yang tinggi dan mereka nikmati terhadap ancaman persaingan dari pesaing-pesaing potensial, baik perusahaan-perusahaan baru maupun barang-barang impor yang tidak bisa memasuki pasar tersebut karena rintangan yang didirikan pemerintah (Thee Kian Wie 1999: 61-62)
Rintangan artifisial yang dibuat pemerintah orde bari diantaranya adalah didirikannya kartel-kartel, pemberian lisensi secara ekslusif, peraturan-peraturan ad hoc, rintangan perdagangan antar daerah dan pengaturan pemasaran hasil pertanian (Thee Kian Wie 1999: 63-64). Di Indonesia beberapa kartel dibuat oleh asosiasi industri dengan ijin implisit dari pemerintah, seperti kartek di industri semen, industri kayu lapis dan industri pulp dan kertas. Pemberian lisensi ekslusif ini tampak nyata dalam pemberian lisensi kepada Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkih (BPPC) tahun 1991 yang memonopoli pembelian dan penjualan cengkeh yang mengakibatkan anjolknya harga cengkeh sampai tingkat terendah.
Pemerintah orde baru sering melakukan campur tangan ad hoc berupa perlakuan preferensial untuk kelompok-kelompok bisnis tertentu (politically well-connected groups) berupa partisispasi modal ekuiti (saham) dalam perusahaan-perusahaan besar milik golongan pengusaha yang mempunyai hubungan tertentu dengan penguasa. Kebijakan yang menghalangi perdagangan antara daerah mengurangi efisiensi nasional karena pasar menjadi terpecah-pecah. Pemerintah juga mengeluarkan peraturan yang non kompetitif sehingga merugikan petani karena menurunkan harga jual hasil pertanian.
Kemajuan teknologi, perlindungan yang berlebihan, penciptaan larangan masuk (entry barrier), keringanan pajak dan subsidi serta merger di antara usaha-usah sejenis menyebabkan konsentrasi industri yang melahirkan praktek monopoli (Nurimansyah Hasibuan, 1995). Kebijakan yang diambi pemerintah itu betul-betul menjadikan praktek larangan monopoli dan persaingan usaha menjadi tidak berarti. Dalil yang dikemukakan bahwa monopoli (ingat pasal 33 UUD 1945) dilakukan untuk kepentingan rakyat adalah bohong besar karena ternyata yang diuntungkan adalah penguasa dan kroni-kroninya.
No comments:
Post a Comment