Tuesday, 17 June 2008

Konsep Belajar

Konsep Belajar

Belajar dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah proses perubahan tingkah laku (Depdikbud, 1998: 14). Hilgard dan Brower (Hamalik, 1992: 45) mengemukakan bahwa belajar merupakan dalam perbuatan melalui aktifitas, praktek dan pengalaman. Menurut Slameto (Djamarah, 1994: 22) belajar adalah proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan Hamalik (1992: 55) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses berbuat, bereaksi, memahami berkat adanya pengalaman. Pengalaman itu sendiri pada dasarnya adalah interaksi antar individu dengan lingkungan. Dengan adanya proses interaksi antara guru dan siswa, maka akan terjadi perubahan tingkah laku sebagaimana yang diharapkan.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, berarti belajar merupakan proses yang dilakukan oleh siswa itu sendiri. Pada kegiatan belajar, siswa menggunakan seluruh unsur yang ada pada dirinya, baik itu unsur kognitif, afektif maupun psikomotorik untuk melakukan pengalaman dengan cara berinteraksi dengan lingkungannya sehingga membentuk suatu perubahan dalam dirinya sebagai hasil belajar. Belajar tidak dapat dikatakan berhasil jika tidak ada perubahan dalam diri individu (Hamalik, 1992: 56).

Azwar (2004: 164) mengemukakan bahwa secara spesifik belajar didefinisikan sebagai perolehan pengetahuan dan kecakapan baru.

Prestasi Belajar

Prestasi belajar dalam kamus besar bahasa Indonesia (Depdikbud, 1999: 787) adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan guru. Menurut Djamarah (1994: 23) prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktifitas dalam belajar. Perubahan yang dicapai merupakan kemajuan yang diperoleh individu yang tidak hanya mencakup pengetahuan, tetapi juga berupa kecakapan atau keterampilan, dan ini dinyatakan sesudah hasil penilaian. Dari beberapa pendapat tersebut, dapatlah dikatakan bahwa prestasi belajar matematika siswa merupakan hasil yang dicapai oleh siswa sebagai gambaran penguasaan pengetahuan atau keterampilan siswa dalam belajar matematika yang dinyatakan dalam bentuk nilai-nilai setelah dilakukan tes oleh guru pada siswa. Dengan kata lain prestasi belajar matematika adalah prestasi yang dicapai oleh siswa setelah mengalami proses belajar mengajar matematika yang dinyatakan dalam hasil tes.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Secara garis besar, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seorang

siswa digolongkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor

internal merupakan faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor eksternal adalah faktor dari luar individu. Kedua faktor tersebut mempunyai arti yang sangat penting dalam rangka membantu siswa dalam mencapai prestasi belajar yang sebaik-baiknya.

Menurut Ahmadi dan Supriyono (2004: 138), yang tergolong dalam factor internal adalah sebagai berikut :

“(1) Faktor jasmaniah (fisiologi) baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh, misalnya penglihatan, pendengaran, struktur tubuh dan sebagainya. (2) Faktor psikologis yang terdiri atas faktor intelektif misalnya kecerdasan dan bakat, serta faktor non intelektif yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi, penyesuaian diri. (3) Faktor kematangan fisik maupun psikis”.

Dan yang tergolong dalam faktor eksternal adalah :

“(1) Faktor sosial yang terdiri atas lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat dan lingkungan kelompok. (2) Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian. (3) Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar, dan iklim. (4) Faktor lingkungan spiritual atau keamanan”.

Dimyati (1989: 84) mengemukakan faktor internal yang mempengaruhi prestasi belajar meliputi perbedaan kemampuan, motivasi berprestasi, kecemasan, dan sebagainya. Sedangkan faktor eksternal meliputi lingkungan sekolah,

ingkungan rumah tangga, keadaan sosial ekonomi, dan sebagainya. Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa motivasi berprestasi, kebiasaan belajar merupakan faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar. Tinggi rendahnya prestasi belajar yang dicapai oleh siswa tidak hanya dipengaruhi olehfaktor intelegensi melainkan juga non-intelegensi seperti minat, motivasi, kebiasaan, kecemasan, dan sebagainya.

Kecerdasan (Intelegensi)

Intelegensi dalam bahasa psikologi merupakan kecerdasan atau kecakapan. Intelegensi merupakan kecakapan umum, sedangkan kecakapan khusus disebut bakat. Intelegensi atau kecerdasan juga diartikan sebagai kecakapan menghubungkan atau menyatukan satu sama lain, dapat merespon dengan baik stimulus yang ada (Widayatun, 1999: 206). Sedangkan menurut W. Stern dalam Sujanto (1995: 66) intelegensi atau kecerdasan merupakan kesanggupan jiwa untuk dapat menyesuaikan diri dengan cepat dan tepat dalam suatu situasi yang baru.

Therman (1958 dalam Widayatun, 1999: 206) mengartikan intelegensi sebagai ability atau berhubungan dengan hal-hal yang abstrak ataupun konkret. Kemudian Widayatun (1999: 210) menyimpulkan bahwa berbicara tentang intelegensi berarti berbicara tentang kecakapan umum intelegensi sendiri yaitu merupakan kemampuan bertindak dalamm menetapkan tujuan untuk berpikir secara rasional, dan untuk berhubungan dengan lingkungan sekitar.

Menurut David Wechsler (Anonim, 2006: 1) intelegensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Dari pendapat David Wechsler disimpulkan bahwa intelegensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional.

Mudzakir (1997: 68) menyatakan bahwa intelegensi adalah kemampuan yang dibawa sejak lahir, yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu. Sedangkan Dalyono (1997: 87) menyatakan intelegensi merupakan kemampuan problem solving dalam segala situasi yang baru atau mengandung masalah. Dalam hal ini problem solving mencakup permasalahan pribadi, sosial, akademik dan ekonomi.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi adalah faktor bawaanatau keturunan dan faktor lingkungan. Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak lahir, ternyata lingkungan memberikan perubahan yang berarti. Intelegensi tidak terlepas dari otak. Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang amat penting (Anonim, 2006 :1).

Menurut Widayatun (1999: 207) karakteristik umum intelegensi yaitu :

a. kemampuan untuk belajar dan mengambil manfaat dari pengalaman

b. kemampuan untuk berpikir atau bernalar atau abstrak

c. kemampuan untuk beradaptasi terhadap hal-hal yang timbul dari perubahan dan ketidak pastian lingkungan.

d. kemampuan untuk memotivasi diri guna menyelesaikan secara tepat tugastugas yang perlu diselesaikan.

Kecerdasan seseorang dapat diukur dengan menggunakan tes IQ (Intelegent Quotient). Ada beberapa model tes IQ, diantaranya yaitu tes Binet-simon, tes wechsler, tes labirin, tes progressive matrices, tes Spearman, tes Thurstone, dan lain sebagainya. Harriman dalam Widayatun (1999: 208) mengklasifikasikan IQ sebagai berikut :

Tabel 1. Klasifikasi IQ menurut Harriman

IQ Golongan

130 – ke atas Very superior

13

120 – 129 Superior

110 –119 Bright normal

90 – 109 Average

80 – 98 Dull Normal

70 – 79 Borderline

69 – ke bawah Mental defektif

Sumber : Widayatun (1999: 208)

Intelegensi atau kecerdasan besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar.

Dalam situasi yang sama, siswa yang memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi akan lebih berhasil daripada siswa yang memiliki tingkat kecerdasan yang rendah. Walaupun demikian, siswa yang memiliki tingkat intelegensi tinggi belum pasti berhasil dalam belajarnya. Hal tersebut disebabkan karena belajar merupakan suatu proses yang kompleks dengan banyak faktor yang mempengaruhinya. Intelegensi atau kecerdasan hanyalah satu faktor diantara faktor yang lain (Slameto, 1995: 56).

Berdasarkan hasil penelitian Nylor (1972 dalam Marsudi, 2005) menyimpulkan bahwa prestasi belajar yang dicapai siswa seperempat atau 25 % dipengaruhi oleh kecerdasan intelektual dan selebihnya dipengaruhi oleh kepribadian atau kecerdasan emosional.

Motivasi Berprestasi

Setiap manusia pada dasarnya berbuat sesuatu karena adanya dorongan oleh suatu motivasi tertentu. Menurut Sadirman (1987: 100), motivasi berpangkal dari kata motif yang dapat diartikan daya penggerak yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan. Mc. Donald (Sadirman, 1987: 73) mengemukakan motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengetian tersebut, terdapat tiga elemen penting tentang motivasi yaitu : (1) Motivasi mengawali terjadinya suatu perubahan energi pada diri setiap individu manusia. (2) Motivasi ditandai dengan munculnya rasa atau feeling, afeksi seseorang. (3) Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi merupakan respon dari suatu aksi yakni tujuan, dimana tujuan tersebut menyangkut dengan kebutuhan.

Motivasi juga dapat dikatakan sebagai serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang itu mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka maka ia akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu (Sadirman, 1987: 75). Jadi motivasi itu dapat dirangsang oleh faktor dari luar tetapi motivasi itu adalah tumbuh di dalam diri seseorang.

Menurut French (1986 dalam Riva’i, 2000: 3) motivasi adalah dorongan yang ada di dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu dan disamping itu motivasi juga merupakan keinginan, hasrat, dan tenaga penggerak yang berasal dari dalam diri manusia. Selanjutnya Crowl, Kaminsky and Podell (1997 dalam Riva’i,

2000: 3) menyatakan bahwa motivasi adalah kondisi fisiologis dan psikologis yang terdapat dalam diri seseorang yang mengukur tindakannya dengan cara tertentu.

Dari pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan penggerak dari dalam hati seseorang untuk melakukan hal yang diinginkan dalam mencapai sesuatu tujuan. Motivasi juga dapat dikatakan sebagai rancangan atau kehendak untuk menuju keberhasilan dan mengelakkan/ menghindari kegagalan hidup. Dengan kata lain, motivasi adalah proses menghasilkan tenaga oleh suatu keperluan yang di arahkan untuk mencapai suatu tujuan (Anonim, 2006: 5).

Motivasi memiliki peranan yang sangat penting dalam bidang pendidikan.

Guru dan siswa memerlukan motivasi untuk menggerakkan dirinya untuk mencapai kualitas kerja atau keberhasilan yang lebih cemerlang. Salah satu tugas guru adalah sebagai motivator bagi pelajar-pelajarnya untuk berhasil dalam kehidupan mereka.

Seorang guru yang baik mesti mempunyai motivasi yang dinamik, cakap dan senantiasa berusaha untuk memajukan serta meningkatkan pengajaran dan pembelajaran dalam kelas. Guru yang bermotivasi juga mempunyai tenaga untuk menjadi penggerak bagi pelajar-pelajarnya. Pelajar yang mempunyai minat untuk belajar bagi pencapaian tujuannya.

Mereka akan mendengar dan memberikan perhatian sepenuhnya pada pelajarannya.

Mereka aktif di dalam dan di luar kelas, mudah bertindak dan menerima teguran serta arahan dari guru. Mereka boleh berdikari dan suka memberikan pandangan dan pendapat dalam kelas. Pelajar-pelajar yang demikian memiliki penggerak dari dalam dirinya untuk mencapai kecemerlangan akademik dan juga dalam hidup secara keseluruhannya (Anonim, 2006: 4).

McClelland (1977 dalam Riva’i, 2000: 3) menyatakan dalam kegiatan belajar mengajar motivasi sangat penting karena motivasi berfungsi sebagai:

1. Energizer, yaitu motor penggerak yang mendorong siswa untuk berbuat sesuatu misalnya belajar.

2. Directedness, yakni menentukan arah perbuatan ke arah tujuan yang ingin dicapai.

3. Patterning, yakni menyelesaikan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan.

Seperti dikemukakan oleh Mc. Donald (Sadirman. 1987: 73), motivasi dirangsang oleh suatu tujuan dan tujuan tersebut menyangkut dengan kebutuhan.

Berdasarkan Riva’i (2000: 4), McClelland (1977) menyatakan bahwa motivasi

apat didasarkan pada tiga jenis kebutuhan, yaitu : (1) kebutuhan berprestasi (2) kebutuhan afiliasi (3) kebutuhan akan kekuasaan. Teori tentang kebutuhan yang melandasi motivasi yang dikemukakan oleh McClelland ini juga di sebut sebagai

Teori Motivasi Sosial.

Sedangkan Teori Motivasi Maslow yang juga dikenal sebagai Teori Hirarki Kebutuhan menjelaskan bahwa motivasi sangat dipengaruhi oleh kebutuhankebutuhan suatu organisme. Manusia merupakan organisme yang memiliki kebutuhan yang kompleks. Dalam teori ini dijelaskan bahwa keperluan/kebutuhan manusia itu berperingkat-peringkat. Sesuatu peringkat keperluan yang lebih tinggi tidak mungkin diperoleh sebelum keperluan yang lebih rendah peringkatnya dipenuhi terlebih dahulu. Pada peringkat paling asas atau dasar terdapat keperluan fisiologi. Setelah keperluan ini dipenuhi muncul usaha untuk pemenuhan kebutuhan keselamatan (rasa aman), diikuti kebutuhan sosial (kasih sayang), kebutuhan penghargaan diri, dan pada puncaknya yaitu kebutuhan aktualisasi diri (Anonim, 2006: 5).

Pada situs tuanmat.tripot.com (Anonim, 2006: 6) dijelaskan tentang hirarki kebutuhan menurut Maslow yaitu sebagai berikut:

1. Physiological needs (Kebutuhan fisiologi) Kebutuhan fisiologi merupakan kebutuhan yang paling asas yaitu kebutuhan fisik seseorang, seperti makanan, minuman, tempat tinggal. Dalam konteks pendidikan, siswa yang mendapat kurang makanan tidak dapat memusatkan perhatian sepenuhnya terhadap pelajaran mereka. Dengan kata lain bila kebutuhan ini tidak dipenuhi maka kesehatan pelajar terganggu sehingga dapat menyebabkan motivasi dan minat belajar siswa berkurang. Hadiah dan materi juga merupakan kebutuhan fisik akan prestasi yang dicapai oleh siswa.

2. Safety needs (kebutuhan akan rasa aman / keselamatan) Siswa memerlukan keselamatan dari guru yaitu dalam bentuk disiplin. Keselamatan di dalam kelas dapat dijamin jika seorang guru bertindak konsisten. Guru juga perlu bersikap toleransi terhadap para siswanya. Dengan perasaan aman pada diri siswa, siswa dapat memusatkan perhatian sepenuhnya dalam belajar.

3. Social needs (kebutuhan sosial) Hubungan yang baik antar anggota kelas dan juga guru sangat diperlukan untuk membantu lancarnya proses belajar mengajar. Suatu keadaan misalnya perkelahian atau perselisihan dapat mengganggu kestabilan emosi dan perhatian siswa. Keadaan ini menjadi lebih menegangkan bila guru bersikap tidak baik atau memarahi mereka. Situasi ini menyebabkan siswa seolah-olah tidak disukai, dihargai, atau tidak dipedulikan oleh guru maupun teman-temannya. Akhirnya keinginan, minat, dan juga motivasi siswa untuk belajar akan pudar dan lenyap.

4. Esteem needs (kebutuhan akan harga diri) Rasa dihargai pada setiap individu sangat mempengaruhi motivasinya dalam melakukan sesuatu. Siswa yang merasa diterima oleh lingkungan kelas atau rumah cenderung dapat meningkatkan prestasinya dibanding dengan siswa yang merasa dirinya tidak diterima. Siswa yang diterima akan merasa diri mereka dihargai, dikasihi dan bernilai. Oleh karena itu mereka akan dapat berinteraksi secara positif dalam belajar. Guru perlu menyediakan hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas siswa agar mereka dapat hidup berdampingan. Faktor yang penting ialah kebutuhan ini dapat dipenuhi apabila seseorang mempunyai keyakinan diri dan kebebasan,perhatian, dan penilaian diri orang lain.

5. Self Actualization (kebutuhan aktualisasi diri) Setiap individu memiliki ciri-ciri yang unik. Dengan keunikan tersebut seorang individu dapat berpendapat dan menganggap dirinya istimewa. Anggapan itu berdasarkan pada kepekaan dan kesadaran tentang kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Kesadaran tersebut juga timbul dengan melihat reaksi individu lain dalam pergaulan, sosialisasi, dan interaksi dengan individu lain.

Aktualisasi diri adalah peringkat paling tinggi dari kebutuhan seseorang setelah peringkat bawah terpenuhi. Menurut Atan Long (1976 dalam Anonim, 2006: 5) pemenuhan akan kebutuhan penyempurnaan diri atau aktualisasi diri ini merupakan pemenuhan keseluruhan dari kebutuhan manusia. Ini berarti jika seseorang telah memenuhi kebutuhan ini maka ia juga telah memenuhi kebutuhan untuk estetika; ia merasa telah mendapatkan makna hidup dengan sepenuhnya; ia dapat menerima keadaan diri orang lain; ia merasa gembira dengan nikmat hidup; dan telah menggunakan keahliannya secara maksimal.

Apabila seorang siswa berusaha mengaktualisasikan diri atau mencapai penyempurnaan diri, maka mereka harus belajar tekun, sungguh-sungguh, dan melipatgandakan usaha melalui arah yang tegas dan berdisiplin.

Berdasarkan teori Maslow, Sadirman (1987: 80) mengemukakan bahwa

motivasi selalu bersangkutan dengan beberapa kebutuhan berikut:

1. Kebutuhan fisiologi seperti lapar, haus, kebutuhan untuk istirahat, dan sebagainya.

2. Kebutuhan akan keamanan (security), yakni rasa aman, bebas dari rasa takut dan kecemasan.

3. Kebutuhan akan cinta dan kasih ; rasa diterima dalam suatu masyarakat atau golongan (keluarga, sekolah, kelompok).

4. Kebutuhan untuk mewujudkan diri sendiri, yakni mengembangkan bakat dengan usaha mencapai hasil dalam bidang pengetahuan, sosial, pembentukan pribadi.

Dengan kata lain, kebutuhan untuk berusaha ke arah kemandirian dan aktualisasi diri.

Berdasarkan penyebab timbulnya suatu motivasi (Suryabrata, 2004: 72), maka motivasi dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

1. Motivasi ekstrinsik, yaitu motif-motif yang berfungsinya karena adanya perangsang dari luar, misalnya karena akan diadakan ujian; syarat untuk melamar pekerjaan dan sebagainya sehingga seseorang berusaha dengan giat melakukan sesuatu.

2. Motivasi instrinsik, yaitu motif-motif yang berfungsinya dengan tanpa dirangsang dari luar. Dengan kata lain, dorongan tersebut sudah ada dalam diri individu, misalnya kegemaran, dan sifat diri akan mempengaruhi apa-apa yang akan dikerjakannya.

Motivasi berprestasi adalah harapan untuk mendapatkan kepuasan dalam menyelesaikan tugas dan menantang. Motivasi berprestasi merupakan dorongan untuk berprilaku tertentu dalam menyelesaikan tugas dengan suatu standar keunggulan yang hasilnya dapat dievaluasi (Bigge and Hunt, 1979 dalam Riva’i, 2000: 4). Motivasi berprestasi merupakan kekuatan yang berhubungan dengan pencapaian standar keunggulan, kepandaian, yang merupakan suatu dorongan yang terdapat dalam diri seseorang sehingga ia berusaha dalam semua aktivitas setinggitingginya.

Motivasi berprestasi sebagai suatu kondisi pendorong dalam diri individu yang memegang peranan penting dalam beberapa situasi untuk memelihara atau membuat penampilan atau keunggulan dirinya yang tinggi. Dan menurut Sadirman (1987: 37) motivasi berprestasi adalah dorongan yang menggerakkan seseorang untuk melakukan keinginan yang dilandasi adanya tujuan mencapai prestasi yang baik.

Dengan demikian motivasi berprestasi dapat mendorong usaha-usaha pencapaian hasil belajar yang maksimal termasuk dalam bidang matematika.

No comments:

Post a Comment