Tuesday 13 May 2008

Perlindungan Konsumen

PERLINDUNGAN KONSUMEN

Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan jawa yang dapat dikonsumsi. Di samping itu, globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan / atau jasa melintasi batas – batas wilayah suatu negara, sehingga barang dan / jasa yang ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri.

Kondisi yang demikian pada satu pihak mempunyai manfaat bagi konsekuensi karena kebutuhan konsumen akan barang dan / jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang dan / jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen.

Di sisi lain, kondisi dan fenomena tersebut diatas dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah. Konsumen menjadi obyek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar – besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen.

Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen. Oleh karena itu, undang – undang perlindungan konsumen dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen.

Upaya pemberdayaan ini penting karena tidak mudah mengharapkan kesadaran pelaku usaha yang pada dasarnya prinsip ekonomi pelaku usaha adalah mendapat keuntungan yang semaksimal mungkin dengan modal seminimal mungkin. Prinsip ini sangat potensial merugikan kepentingan konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Atas dasar kondisi sebagaimana dipaparkan di atas, perlu upaya pemberdayaan konsumen melalui pembentukkan undang – undang yang dapat melindungi kepentingan konsumen secara integratif dan komperensif serta dapat diterapkan secara efektif dimasyarakan.

Piranti hukum yang melindungi konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya perlindungan konsumen dapat mendorong iklim berusaha yang sehat yang mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui penyediaan barang dan / jasa yang berkualitas.

Di samping itu, Undang – undang tentang perlindungan konsumen ini dalam pelaksanaannya tetap memberikan perhatian khusus kepada pelaku usaha kecil dan menengah. Hal itu dilakukan melalui upaya pembinaan dan penerapan sanksi atas pelanggarannya.

Undang – undang tentang perlindungan konsumen ini dirumuskan dengan mengacu pada filosofi pembangunan nasional bahwa pembangunan nasional termasuk pembangunan hukum yang memberikan perlindungan terhadap konsumen adalah dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah kenegaraan Republik Indonesia yaitu dasar negara Pancasila dan konstitusi negara Undang – undang Dasar 1945.

Di samping itu, Undang – undang tentang perlindungan konsumen pada dasarnya bukan merupakan awal dan akhir dan hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen, sebab sampai pada terbentuknya undang – undang tentang perlindungan konsumen ini telah ada beberapa undang – undang yang materinya melindungi kepentingan konsumen, seperti :

  1. Undang – undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Penganti Undang – undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Barang, menjadi Undang-undang;
  2. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene ;
  3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemeridi Daerah.
  4. Undang-Undang Nomor 2 Tahun1981 tentang Metrologi Legal;
  5. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Ketenagakerjaan;
  6. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian;
  7. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan ;
  8. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri;
  9. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan;
  10. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan pembentukan Organisasi perdagangan dunia)
  11. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas;
  12. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil;
  13. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan;
  14. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987;
  15. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1987 tentang Paten;
  16. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 19 tahun 1989 Tentang Merek;
  17. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
  18. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1997 entang Penyiaran;
  19. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tantang Ketenagakerjaan;
  20. Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tenatang Perbankan.

Perlindungan konsumen dalam hal pelaku usaha melanggar hak atas kekayaan intelektual (HAK) tidak diatur dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen ini karena sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta, Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Paten, dan Undang-undang Nomor 14 tahun 1997 tentang Merek, yang melanggar menghasilkan atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang melanggar ketentuan tentang HAKI.

Demikian juga perlindungan konsumen di bidang lingkungan hidup tidak diatur dalam Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini karena telah diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan hidup mengenai kewajiban setiap orang un tuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.

Di kemudian hari masih terbuka kemungkinan terbentuknya undang-undang baru yang pada dasarnya memuat ketentuan – ketentuan yang melindungi konsumen. Dengan demikian, Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini merupakan payung yang mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen

A. Konsumen

Suatu produk untuk sampai kepada konsumen tidak terjadi secara langsung tetapi melalui jalur pemasaran yaitu produsen atau media perantara. Akibat dari proses Industrialisasi dalam dalam memproses produk timbul permasalahan hukum sehubungan dengan adanya barang – barang atau produk yang dapat merugikan pihak konsumen baik dalam arti finansial maupun non finansial bahkan kerugian jiwa.

Mengenai hal tersebut ada kejelasan siapa yang bertanggung jawab, tidak sedikit konsumen di Indonesia yang kurang mengerti hukum. Jadi jika konsumen dirugikan mereka hanya diam saja. Hal ini yang mengakibatkan pelaku usaha yang curang dan tidak bertanggung jawab merasa diuntungkan.

Secara harfiah arti kata consumer adalah setiap orang yang menggunakan barang atau jasa. Konsumen ada 2 macam yaitu :

  1. Konsumen Antara

Setiap orang yang mendapatkan barang / jasa untuk digunakan dengan tujuan membuat barang / jasa lain atau untuk di perdagangkan (tujuan komersial)

  1. Konsumen Akhir

Setiap orang alami yang mendapatkan dan menggunakan barang / jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya pribadi, keluarga atau rumah tangga dan tidak untuk diperdagangkan lagi.

Dalam Undang – undang Perlindungan Konsumen Pasal 1 ayat 2 UU No. 8 Tahun 1999 menyatakan konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan / jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun mahkluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

B. Hak – Hak dan Kewajiban Konsumen

Dakan pasar 4 UU No. 8 / 1999 memuat 9 hak yang dimiliki oleh konsumen antara lain :

Ø Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan / jasa.

Ø Hak untuk memilih barang dan / jasa serta mendapatkan barang / jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

Ø Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan / jasa

Ø Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan / atau jasa yang digunakan.

Ø Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Ø Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen

Ø Hak untuk diperlakukan / dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskiriminatif.

Ø Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian apabila barang dan / atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

Ø Hak – hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang – undangan lainnya.

Dengan adanya hak – hak konsumen yang di atur dalam pasal 4 UU No. 8 / 1999 diharapkan konsumen harus sadar akan hak – hak mereka punya sebagai konsumen sehingga dapat melakukan sosial kontrol terhadap perbuatan dan perilaku pengusaha dan pemerintah. Pengusaha menyadari bahwa mereka harus menghargai hak – hak konsumen, memproduksi barang dan jasa yang berkualitas, aman digunakan, mengikuti standa yang berlaku, dengan harga yang sesuai.

Pemerintah menyadari bahwa diperlukan undang – undang serta peraturan – peraturan disegala sektor yang berkaitan dengan berpindahnya barang dan jasa dari pengusaha ke konsumen, serta pemerintah juga bertugas untuk mengawasi berjalannya peraturan serta undang – undang tersebut dengan baik.

Kewajiban konsumen diatur dalam pasal 5 dalam UU No. 8 / 1999 yang memuat :

Ø Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan / jasa demi keamanan dan keselamatan.

Ø Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan / jasa

Ø Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.

Ø Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen.

Sebelum munculnya undang-undang perlindungan konsumen yang diberlakukan pemerintah mulai 20 April, yang merupakan “Undang-undang payung (umbrella Act)” di bidang perlindungan konsumen, praktis hanya sedikit pengertian normatif yang tegas tentang konsumen dalam hukum positif Indonesia. Dalam garis – garis besar haluan negara disebutkan kata konsumen dalam rangka membicarakan tentang sasaran bidang perdagangan, sama sekali tidak ada penjelasan lebih lanjut tentang pengertian istirlah ini dalam ketetapan tersebut.

Perlindungan terhadap konsumen adalah hal yang baru bagi konsumen di Indonesia, sebelum adanya undang – undang tentang perlindungan konsumen ini, sangat sulit bagi para konsumen untuk menunut kerugiannya, karena hanyalah berdasarkan perbuatan melawan hukum (pasal 1365 KUH Pdt), sekarang dengan adanya undang – undang tentang perlindungan konsumen kebutuhan masyarakat akan hukum terjawab dan timbul kepastian akan hukum.

Resolusi Perserikatan Bangsa – Bangsa Nomor 39/248 Tahun 1985 tentang Perlindungan Konsumen (Guidelineas for Consumer Protection), juga merumuskan berbagai kepentingan konsumen yang perlu dilindungi, yang meliputi : 1) Perlindungan konsumen dari bahaya terhadap kesehatan dan keamanannya, 2) Promosi dan perlindungan kepentingan ekonomi sosial konsumen 3) Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk melakukan pilihan yang tepat sesuai kehendak dan kebutuhan pribadi 4) Pendidikan konsumen 5) Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif 6) kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen atau organisasi lainnya yang relevan dan memberikan kesempatan kepada organisasi tersebut untuk menyuarakan pendapatnya dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka.

Gerakan perlindungan konsumen telah tumbuh dan memperoleh posisi yang kuat dalam masyarakat hampir diseluruh negara di dunia. Ada beberapa alasan mengapa perlindungan konsumen merupakan salah satu masalah penting didunia.

Ø Tanpa melihat kepada kedudukan resmi dan status sosial seseorang seluruh anggota masyarakat adalah konsumen barang dan jasa yang dihasilkan oleh pelaku usaha.

Ø Para konsumen adalah pihak yang sangat menentukan dalam pembinaan modal untuk menggerakkan roda perekonomian.

C. Pelaku Usaha

Menurut UU No. 8 / 1999 pasal 1 ayat 8 pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan keiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia baik sendiri maupun bersama – sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Adapun hak dan kewajiban pelaku usaha yang tercantum dalam poasal 6 dan pasal 7 UU No. 8 / 1999 antara lain :

Hak Pelaku Usaha (Pasal 6)

a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan / atau jasa yang diperdagangkan.

b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad baik.

c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.

d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak di akibatkan oleh barang dan / jasa yang diperdagangkan.

e. Hak – hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangan – undangan lainnya.

Kewajiban Pelaku Usaha (Pasal 7)

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya

b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan / atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

d. Menjamin mutu barang dan / atau jasa yang diproduksi dan / atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan / atau jasa yang berlaku.

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan / atau mencoba barang dan / atau jasa tertentu serta memberikan jaminan / garansi atas barang yang dibuat atau diperdagangkan.

f. Memberi kompensasi, ganti rugi / penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan / atau jasa yang diperdagangkan.

g. Memberi kompensasi, ganti rugi / penggantian apabila barang dan / jasa yang diterima / dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Berdasarkan sistem hukum yang ada kedudukan konsumen sangat lemah dibanding produsen, salah satu usaha untuk melindungi dan meningkatkan kedudukan konsumen adalah dengan menerapkan prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) dalam hukum tentang tanggung jawab produsen. Dengan diberlakukan prinsip tanggung jawab mutlak diharapkan pula pada produsen Indonesia menyadari betapa pentingnya menjaga kualitas produk – produk yang dihasilkan, sebab bsar resiko yang harus ditanggungnya, oara produsen akan lebih berhati – hati dalam memproduksi barang sebelum dilempar ke pasaran sehingga para konsumen baik dalam maupun luar negeri tidak ragu – ragu membeli barang produk Indonesia. Demikian juga bila kesadaran para produsen / terhadap hukum tentang tanggung jawab produsen tidak ada, dikhawatirkan akan berakibat tidak baik terhadap perkembangan / eksistensi dunia industri nasional maupun pada daya saing produk – produk nasinal, terutama di luar negeri.

Bagi kalangan pelaku usaha perlindungan itu untuk kepentingan komersial mereka dalam menjalankan kegiatan usaha, seperti bagaimana mendapatkan bahan baku, bahan tambahan dan penolong, bagaimana memproduksinya, mengangkutnya dan memasarkannya termasuk di dalamnya bagaimana menghadapi persaingan usaha. Haruslah ada peraturan perundang – undangan yang mengatur tentang usaha dan mekanisme persaingan usaha itu. Persaingan haruslah berjalan secara wajar dan tidak terjadi kecurangan – kecurangan sehinga mengakibatkan kalangan pelaku usaha tidak saja tidak meningkat pendapatannya, bahkan dapat mati usahanya. Selanjutnya, untuk menjamin bahwa suatu barang dan / jasa dalam penggunaannya akan nyaman, aman maupun tidak membahayakan konsumen penggunaannya, maka konsumen diberikan hak untuk memilih barang dan / atau jasa yang dikehendaki berdasar atas keterbukaan informasi yang benar, jelas jujur. Jika terdapat penyimpangan yang merugikan, konsumen berhak untuk didengar, memperoleh advokasi, pembinaan, perlakuan yang adil, sampai kompensasi ganti rugi.

Dalam prakteknya sering ditemukan pelaku usaha yang sengaja memanipulasi informasi / memberikan informasi secara tidak lengkap sehingga membahayakan konsumen. Prof David Harland berpendapat bahwa kapasitas barang dan jasa dapa saja merugikan / membunuh konsumen yang disebabkan hanya karena adanya informasi yang kurang lengkap untuk membantu mereka mengenal apakah barang dan / atau jasa itu telah memenuhi syarat keamanan.

Di dalam Pasar 7 Undang0Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pelaku usaha diwajibkan memberikan kompensasi, ganti rugi, dan / atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan . jasa yang diperdagangkan. Selain iotu pelaku usaha diwajibkan memberikan kompensasi, ganti rugi, dan / atau penggantian barang dan / atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian, yang menjadi masalah dalam pemberian ganti rugi ini adalah sampai sejauh manakah ganti rugi itu harus diberikan.

Untuk memberikan perlindungan yang maksimal kepada konsumen jika pelaku usaha melanggar apa yang dilarang dalam undang – undang perlindungan konsumen dan merugikan konsumen, maka pemerintah melalui aparat penegak hukum memberikan jaminan kepada konsumen dalam undang – undang perlindungan konsumen dengan batas maksimal denda paling banyak Rp. 2.000.000,00 (dua miliar rupiah), dan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. Menurut pasal 62 ayat 1

Adapun sanksi pidana yang dikenakan menurut pasal 63 dijatuhi hukuman tambahan berupa :

a. Perampasan barang tertentu.

b. Pengumuman keputusan hakim

c. Pembayaran ganti rugi

d. Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen.

e. Kewajiban penarikan barang dari peredaran atau

f. Pencabutan izin usaha.

Badan Perlindungan Konsumen

Kemajuan IPTEK alam segala bidang kehidupan masyarakat telah memungkinkan para pelaku usaha untuk memproduksi berbagai macam barang dan jasa dan memprluas arus gerak transaksi yang ditawarkan baik dalam negeri maupun luar negeri yang memberikan kemudahan bagi konsumen untuk memilih barang dan jasa berdasarkan kebutuhan

Disisi lain, pengetahuan, kesadaran dan kemampuan konsumen untuk memilih dan menentukan pilihannya atas barang dan jasa yang memenuhi persyaratan keamanan, keselamatan dan kenyamanan masih perlu ditingkatkan. Dalam kondisi yang demikian konsumen kerap menjadi obyek pelaku uitama.

Untuk meningkatkan perlindungan konsumen dari kelemahan yang demikian maka perlu di lakukan upaya pemberdayaan terhadap konsumen melalui suatu lembaga yang diamanatkan oleh UU No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen yaitu Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)

Badan Perlindungan Nasional (BPKN) adalah badan independen yang berfungsi memberi saran dan bertugas mengawasi pelaksanaan Undang –undang Perlindungan Kosumen. Kedudukan badan itu sebagai mitra pemerintah dalam pengembangan upaya perlindungan konsumen. Anggota BPKN biasanya beranggotakan unsur pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat. Anggota BPKN di angkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah dikonsultasikan dengan DPR sehingga badan tersebut dapat melaksanakan tugas dengan baik dalam menegakkan dan mengawasi pelaksanaan Undang – undang itu.

BPKN mempunyai tugas :

  1. Memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan kebijakan di bidang perlindungan konsumen.
  2. Melakukan penelitian an pengkajian terhadap peraturan perundang – undangan yang berlaku.
  3. Melakukan penelitian terhadap barang dan jasa yang menyangkut keselamatan konsumen.
  4. Mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat.
  5. Menyebar luaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen.
  6. Menerima pengaduan tentang perlinduingan konsumen dari masyarakat, lembaga perlindungan konsumen swadaya masuyarakat / pelaku usaha.
  7. Melakukan survey yang menyangkut kebutuhan konsumen.

Selain BPKN pemerintah juga segera membentuk badan penyelesaian sengketa konsumen (BPSK) yang beranggotakan unsur konsumen. Pelaku usaha dan pemerintah. BPSK akan dibetuk secara bertahap diseluruh daerah tingkat II dengan pertimbangan untuk memudahkan konsumen yang dirugikan dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. BPSK bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen. BPSK berwenang menjatuhkan administratif berupa ganti rugi yang nilai maksimalnya Rp. 200 juta. Namun untuk kasus yang sifatnya maro sengketa diselesaikan melalui pengadilan. Untuk menentukan apakah sengketa diselesaikan di pengadilan / di BPSK, sepenuihnya diserahkan kepada yang bersengketa.

Untuk melaksanakan UU No. 8 / 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pemerintah telah menetapkan peraturan pelaksanaan sebagai berikut :

1. PP No. 57 / 2001 tentang Baan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) badan itu dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen.

2. PP No. 58/ 2001 pembinaan pengawasan penyelenggaraan perlindungan konsumen.

3. PP No. 58 / 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen swadaya masyarakat (LPKSM). LPKSM merupakan lembaga non departemen yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen.

4. Keputusan Presiden No. 90 / 2001 tentang Pembentukkan BPSK pada pemerintah kota Meta, Kota Palembang, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, Kota Surabaya, Kota Malang, dan Kota Makassar.

5. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 301 / MPP/KEP/10/2001 tentang pengangkatan, pemberhentian anggota dan sekretaris BPSK.

6. Keputusan Menteri Perindustriandan Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 302/MPP/KEP/10/2001 tentang Pendaftaran LPKSM.

Kesimpulan :

Dengan dikeluarkannya undang – undang perlindungan kosumen yang ditetapkan oleh pemerintah pada tanggal 20 April 1999 dengan undang-undang No. 8 tahun 1999. dengan diberlakukan Undang-undang tersebut, penegakan aturan hukum dan pemberian perlindungan terhadap konsumen dapat diperlakukan sama bagi setiap konsumen maupun pelaku usaha. Jadi UU ini diharapkan dapat menempatkan posisi konsumen yang selama ini cenderung hanya sebagai obyek ke posisi subyek dalam perekonomian.

Dengan adanya UU perlindungan konsumen, setidaknya masyarakat mempunyai senjata untuk melindungi haknya. Kehadiran UU perlindungan konsumen juga akan melindungi indonesia dari ajang dumping barang yang tidak bermutu pada era perdagangan global ini.

No comments:

Hawk Advertising

Terima Pemesanan :

ID Card,Undangan, Shooting Video, Banner, Spanduk, Stiker, Blanko, Seragam Kantor, Pengadaan Komputer, Maintenance.

Dan Kebutuhan Kantor lain nya.

Anda Pesan Besok kami Antar (Untuk daerah Surabaya dan Sekitarnya)

Hub : 0856 4999 8 555 / arianto.sam@gmail.com